Vaksinasi saat Ramadhan, Apa dan bagaimana Hukum dasarnya, halal atau haram, apakah dapat membatalkan Puasa?
Vaksinasi saat Ramadhan, Apa dan bagaimana Hukum dasarnya, halal atau haram, apakah dapat membatalkan Puasa?
Seperti yang beredar di beberapa Media, jika Indonesia akan memasuki vaksin Covid - 19 untuk masyarakat umum pada bulan Maret - April 2021, yang berarti bertepatan masuknya bulan ramadhan tahun ini.
maka munculah pertanyaan mendasar di kalangan masyarakat tentang vaksin, bagaimana hukum menerima vaksin saat berpuasa, dan kehalalannya.
Hal ini juga sudah di antisipasi oleh Asosiasi Medis Islam Inggris yang menyebutkan bahwa menerima vaksin COVID-19 saat menjalankan puasa tidak membuat batal.
Pernyataan tersebut diumumkan setelah muncul kekhawatiran terkait vaksinasi menjelang bulan suci Ramadhan.
Berikut penjelasan lengkapnya yang kami kutip dari Alarabiya News, menurut Asosiasi Medis Islam Inggris
"Menerima vaksin COVID-19 menurut pendapat ulama yang saat ini dilisensikan di Inggris tidak membatalkan puasa.
Setiap Individu yang beragama Islam tidak boleh menunda vaksinasi COVID-19 mereka karena Ramadhan"
Kemudian, Asosiasi Medis Islam Inggris, menjelaskan jika vaksin suntikan subkutan, subdermal, intramuskular, interoseus, atau intra-artikular tersebut untuk tujuan non-gizi, jadi menerima vaksin saat puasa tidak akan membatalkan puasa. Sumber Arab news
Bagaimana pandangan para Ulama di Indonesia mengenai vaksin covid -19 yang akan beredar untuk masyarakat pada bulan ramadhan?
Seperti yang kita semua tahu bahwa Saat kita berpuasa, kita harus menahan diri dari berbagai hal yang dapat membatalkan ibadah puasa, seperti makan dan minum dengan sengaja, bersetubuh di jam puasa, muntah dengan sengaja, sengaja berpuasa ketika wanita haid, berdusta, berbuat maksiat, tindak kejahatan, berbuat jahat di mekkah dan madinah, memasukan benda ke lubang tubuh, dan vaksin / suntikan yang mengandung zat makanan.Hukum Vaksin dalam Agama Islam
Apakah Hukum Vaksinasi / Imunisasi Saat Berpuasa?
Sebelumnya mari kita ketahui perbedaan antara imunisasi tetes dan imunisasi suntik.
Dalam kajian fikih, keduanya memiliki perincian hukum yang berbeda.
Untuk imunisasi dengan cara meneteskan cairan ke mulut jelas ini hukumnya membatalkan puasa.
Sebab masuknya benda ke dalam rongga mulut dapat membatalkan puasa, baik untuk kebutuhan medis, asupan makanan atau lainnya.
Jadi vaksinasi berarti langkah preventif atau pencegahan agar imunitas tubuh bertambah dan menjadi kebal dari penularan penyakit. Inilah yang dianjurkan dalam Islam bahwa “addaf’u aula minarraf’i”, mencegah lebih baik dari mengobati. Sebagaimana diketahui kebanyakan hadits Nabi Muhammad SAW tentang medis di masa awal merupakan kedokteran preventif (al-thibb al- wiqâ’i) ketimbang kedokteran penyembuhan (al-thibb al-‘ilaji).
Imam Bukhari tidak memberikan bab khusus dalam kitab Shahih al-Bukhârî tentang pencegahan penyakit, namun menghimpun langkah-langkah pencegahan terhadap penyakit, seperti hadits menjaga kebersihan, penggunaan pembersih gigi (siwak), makanan, mandi dan olah raga. Bahkan juga menjalaskan langkah karantina wabah epidemik dan menghindari penyakit al-judzam (leprosy atau lepra).
Sebenarnya dalam Islam, pencegahan itu bagian dari pengobatan sebagaimana proses pemulihan. Islam mengajarkan agar mencegah dan mengobati diri dari semua penyakit. Sebab setiap penyakit pasti ada obatnya, namun tidak boleh berobat dengan yang haram. Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ أَنْزَلَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ وَجَعَلَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءً فَتَدَاوَوْا وَلَا تَدَاوَوْا بِحَرَامٍ
“Allah telah menurunkan penyakit dan obat, serta menjadikan obat bagi setiap penyakit; maka, berobatlah dan janganlah berobat dengan benda yang haram.” (HR Abu Daud dari Abu Darda).
Dari hadits di atas, maka wajib hukumnya vaksinasi penyegahan Covid-19 harus terjamin kehalalannya.
Dari Hal tersebut MUI sebagai rujukan Muslim Indonesia juga telah mengeluarkan fatwa kehalalan vaksin covid - 19, dengan harapan Masyarakat tidak merasa khawatir dan ragu untuk menerima vaksin covid 19 ini.
Berikut Fatwa MUI (majelis ulama indonesia ) mengenai kehalalan Vaksin Covid - 19
Dasar MUI dalam menetapkan kehalalan vaksin Sinovac
Pertama, pendapat para ulama, antara lain pendapat Imam al-Zuhri dalam Syarah Shahih al-Bukhari karya Ibnu Baththal yang menegaskan ketidakbolehan berobat dengan barang najis.
Kemudian, pendapat Imam al-Nawani dalam Raudlatu at-Thalibin wa Umdatu al-Muftiin yang menjelaskan bahwa sesuatu yang tidak diyakini kenajisan dan atau kesuciannya, maka ditetapkan hukum sesuai hukum asalnya.
Selanjutnya, pendapat Qasthalani dalam Irsyadu as-Sari yang menjelaskan, berobat karena sakit dan menjaga diri dari wabah adalah wajib.
Kedua, Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2016 tentang Imunisasi.
Ketiga, Fatwa MUI Nomor 1 Tahun 2010 tentang Penggunaan Mikroba dan Produk Mikrobial dalam Produk Pangan.
Keempat, Fatwa MUI Nomor 45 Tahun 2018 tentang Penggunaan Plasma Darah untuk Bahan Obat.
Kelima, Laporan dan penjelasan hasil audit Tim Auditor LPPOM MUI bersama Komisi Fatwa MUI ke Sinovac dan PT Bio Farma tentang proses produksi dan bahan yang merupakan titik kritis sebagai berikut:
Vaksin diproduksi dengan platform virus yang dimatikan
Fasilitas produksi hanya digunakan untuk produksi vaksin Covid-19
Produksi vaksin mencakup tahapan penumbuhan vero cell (sek inang bagi virus), penumbuhan virus, inaktifasi virus, pemurnian, formulasi, dan pengemasan
Sel vero merupakan sel diploid yang digunakan sebagai inang virus. Sel ini diperoleh dari sel ginjal kera Hijau Afika (African Green Monkey) dari hasil penelitian tahun 1960-an dan terbukti aman untuk digunakan sebagai inang virus dan telah disetujui oleh WHO
Media pertumbuhan vero cell dibuat dari bahan kimia, serum darah sapi, dan produk mikrobial. Produk mikrobial yang digunakan berasal dari mikroba yang ditumbuhkan pada media yang terbuat dari bahan nabati, bahan kimia, dan bahan mineral
Terdapat pengguanan tripsin dan beberapa enzim lainnya dalam tahap produksi dan pemurnian. Enzim yang digunakan merupakan produk mikrobial yang dterbuat dari bahan nabati, bahan kimia, dan bahan mineral
Tidak ada penggunaan bahan turunan babi dan bahan yang berasal dari bagian tubuh manusia pada seluruh tahapan proses produksi
Dalam penyiapan media untuk produksi skal 1.200 liter ditambahkan air murni sebanyak 1.076 liter. Selain itu, pada tahap formulasi juga ditambahkan air murni sebanyak 930-940 liter per 1.000 liter hasil formulasi vaksin.
Keenam, pendapat peserta rapat Komisi Fatwa pada 8 Januari 2021 yang menyimpulkan:
Proses produksi Sinovac tidak memanfaatkan babi atau bahan yang tercemar babi dan turunannya
Proses produksi Sinovac tidak memanfaatkan bagian tubuh manusia
Proses produksi Sinovac bersentuhan dengan barang najis mutawassithah, sehingga dihukumi mutanajjis, tetapi sudah dilakukan pensucian yang telah memenuhi ketentuan pensucian secara syar'i
Proses produksi Sinovac menggunakan fasilitas produksi yang suci dan hanya digunakan untuk produk vaksin Covid-19
Peralatan dan pensucian dalam proses produksi dipandang telah memnuhi ketentuan pencucian secara syar'i
Ketujuh, keputusan BPOM yang memberikan persetujuan penggunaan darurat (UEA) dan jaminan keamanan, mutu, serta kemanjuran bagi vaksin Sinovac yang menjadi salah satu indikator bahwa vaksin tersebut memenuhi kualifikasi thayyib.
Setelah kita tahu Kehalalan Vaksin tersebut, bagaimana hukum vaksinasi saat puasa ?
Untuk lebih jelasnya mari kita simak penjelasan dari Kitab al-Taqrirat al-Sadidah Fi al-masail al-Mufidah karya Syaikh Hasan Bin Ahmad Bin Muhammad al – Kaff :
حكم الإبرة : تجوز للضرورةو ولكن اختلفوا في ابطالها للصوم على ثلاث اقوال
“Adapun hukum suntik bagi orang yang berpuasa, maka boleh jika dalam keadaan darurat.”
Namun Dalam kitab tersebut juga di terangkan beberapa pendapat para ulama dalam menyikapi masalah suntik membatalkan puasa atau tidak :
ففي قول : انها تبطل مطلقا لأنها وصلت الى الجوف
(pertama) : Membatalkan secara mutlak. Karena sampai ke dalam tubuh. (Kitab Al-Taqrirat Al-Sadidah fi Al-Masail Al-Mufidah, halaman 452)
وفي قول : انها لا تبطل مطلقا ، لأنها وصلت الى الجوف من غير منفذ مفتوح
Maka dalam pendapat (kedua) : Tidak membatalkan secara mutlak. Karena sampainya ke dalam tubuh bukan melalui lubang yang terbuka. (Kitab Al-Taqrirat Al-Sadidah fi Al-Masail Al-Mufidah, halaman 452)
وقول فيه تفصيل – وهو الأصح- : اذا كانت مغذية فتبطل الصوم, واذا كانت غير مغذية فننظر : اذا كان في العروق المجوفة-وهي الأوردة- : فتبطل، واذا كان في العضل – وهي العروق غير المجوفة – فلا تبطل
(ketiga) : ditafshil dengan detil, dan ini pendapat paling benar, yaitu : Jika suntikan tersebut berisi suplemen, sebagai pengganti makanan atau penambah vitamin, maka membatalkan puasa.
Karena ia membawa makanan yang dibutuhkan ke dalam tubuh.
Jika tidak mengandung suplemen (hanya berisi obat), maka diperinci sebagai berikut : Jika disuntikkan lewat pembuluh darah maka membatalkan puasa. Dan jika disuntikkan lewat urat-urat yang tidak berongga maka tidak membatalkan puasa.
(Kitab Al-Taqrirat Al-Sadidah fi Al-Masail Al-Mufidah, halaman 452)
Berdasarkan ulasan tersebut di atas, sudah jelas bahwa dibolehkan bagi kita untuk melakukan vaksinasi saat berpuasa.
Alasan mendasar yaitu karena keadaan darurat wabah Covid-19, dan dikarenakan proses masuknya obat tidak langsung melalui rongga terbuka seperti mulut, hidung dan rongga lain yang masuk menjurus ke dalam tubuh.
Selain itu juga dikarenakan sifat dari cairan vaksin tersebut tidak menyebabkan rasa kenyang, tidak menambah energi saat berpuasa juga tidak menghilangkan dahaga. Dan vaksin tersebut hanya semacam obat sebagai upaya pencegahan terjadinya penyakit atau sebagai bentuk pertahanan tubuh dari serangan virus.
Demikian penjelasan mengenai hukum vaksinasi covid - 19 atau imunisasi saat berpuasa, semoga bisa dipahami dengan baik sehingga kita bisa menjalankan ibadah puasa ramadhan dengan tenang dan khusyu.
0 Response to "Vaksinasi saat Ramadhan, Apa dan bagaimana Hukum dasarnya, halal atau haram, apakah dapat membatalkan Puasa?"
Post a Comment