Hukum Istri meminta atau mengajukan gugat cerai pada suami, apakah boleh ?

Bolehkah Istri Menggugat Cerai Suami ?

Pertanyaan mendasar yang ada pada setiap Istri yang sudah merasa dilakukan tidak adil oleh suaminya, atau merasa sudah tidak ada kecocokan, entah itu dari segi kenyamanan, nafkah hingga perilaku KDRT.

Namun semua permasalahan rumah tangga terlebih dahulu harus di cari solusi terbaik, contohnya dengan cara berbicara dari hati kehati agar tidak terjadi perceraian.

Apa Hukum Istri menggugat cerai Suami ?

Apa yang membolehkan Istri menuntut cerai pada suami ?

Melansir dari Undang - undang perkawinan KHI (Kompilasi Hukum Islam) Hukum istri menggugat cerai terhadap suami jika dalam hubungan suami istri (rumah tangga) terdapat beberapa Hak dan kewajiban Suami yang tidak di berikan terhadap Istri, maka hal itu dibolehkan.

Sebelum membahas lebih lanjut tentang apa yang membolehkan Istri meminta cerai, kita pelajari dahulu tenang Hak - Hak yang harus di penuhi pasangan Suami Istri

Hak dan kewajiban yang harus dipenuhi pasangan Suami - istri

Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri, dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Sebagai suatu ikatan pernikahan, terdapat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pasangan suami istri.

Baca : 9 Keberkahan Menikah

Bagi seorang Muslim, kewajiban suami dan istri diatur dalam :

Bab VI UU Perkawinan dan Bab XII Lampiran Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (“KHI”).

Salah satu kewajiban seorang suami terhadap istrinya adalah memberikan nafkah.

sebagaimana diatur Pasal 34 ayat (1) UU Perkawinan:

Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.

Kewajiban suami untuk memenuhi kebutuhan istri dijelaskan secara lebih rinci dalam Pasal 80 ayat (4) KHI:

• sesuai dengan penghasilannya suami menanggung:

✓. nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi isteri;

✓. biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi isteri dan anak;

✓. biaya pendididikan bagi anak.

Baca : 4 Jenis Nafkah wajib suami untuk Istri

Kewajiban di atas, berdasarkan ketentuan Pasal 80 ayat (5) KHI, mulai berlaku bagi suami sesudah ada tamkin yang sempurna dari istri.

Tamkin yang sempurna berarti istri telah merelakan dirinya untuk melayani suaminya, dalam konteks ini, yaitu berhubungan badan (dukhul).

Berdasarkan pasal di atas, apabila istri telah memberikan tamkin yang sempurna bagi suami, maka suami tidak hanya menanggung biaya bagi anak, namun juga memiliki kewajiban untuk menanggung biaya keperluan istri, sehingga ada tidaknya seorang anak di dalam perkawinan tidak menghilangkan kewajiban suami untuk memberikan nafkah yang layak bagi istrinya sesuai dengan kesanggupannya.

Meskipun demikian, perlu dicatat pula bahwa kewajiban suami untuk menanggung biaya di atas gugur, apabila istri nusyuz kepada suami.

Nusyuz diatur dalam Al Qur’an, Surah An-Nisa (4:34).
arti nusyuz yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah perbuatan istri untuk tidak melakukan kewajiban atau tidak taat kepada suaminya.

Pasal Yang membolehkan Istri Menggugat Cerai Suami

Suami Tidak Memberi Nafkah Sesuai Kemampuannya

Apabila istri telah memberikan tamkin yang sempurna bagi suami dan tidak berlaku nusyuz kepada suami, namun suami lalai dalam melaksanakan kewajibannya, yaitu memberikan nafkah yang cukup sesuai dengan kesanggupannya, maka istri dapat mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama.

Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 34 ayat (3) UU Perkawinan:

Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan

Bagi pasangan yang beragama Islam, maka istri dapat mengajukan gugatan tersebut kepada Pengadilan Agama, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 77 ayat (5) KHI:

jika suami atau Istri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama.

Apa Hukum Istri meminta cerai menurut Islam?


Hukum istri meminta cerai menurut Islam pada dasarnya boleh, asal dengan syarat dan alasan yang jelas.

Dalam sebuah hadist dari Ibnu ‘Abbas, bahwasanya istri Tsâbit bib Qais mendatangi Nabi SAW dan berkata:

“Wahai, Rasulullah. Aku tidak mencela Tsâbit bin Qais pada akhlak dan agamanya, namun aku takut berbuat kufur dalam Islam.”

Maka Nabi SAW bersabda:

“Apakah engkau mau mengembalikan kepadanya kebunnya?”. Ia menjawab,”Iyaa, Rasulullah SAW,”. Lalu beliau bersabda: “Ambillah kebunnya, dan ceraikanlah dia.” (HR al-Bukhari).

Namun, hukum istri meminta cerai menjadi haram jika tanpa alasan syar'i.

Dalam sebuah hadist Rasulullah SAW bersabda:
“Siapa saja perempuan yang meminta (menuntut) cerai kepada suaminya tanpa alasan yang dibenarkan maka diharamkan bau surga atas perempuan tersebut.” (HR. Abu Dawud, Al-Tirmidzi, dan Ibnu Majah).

Istri bisa melayangkan gugatan cerai kepada suaminya.
Gugat cerai (rapak) adalah istilah yang diberikan pada istri yang mengajukan cerai kepada suaminya.
Permintaan cerai tersebut diajukan kepada pengadilan dan selanjutnya pengadilan yang memproses dan menyetujui atau menolak gugatan cerai tersebut.

Meskipun keputusan cerai ada di tangan suami, jika pengadilan atau hakim menyetujui gugatan cerai dari pihak istri, maka hakim bisa memaksa suami untuk menjatuhkan talak pada istrinya.

Dalam islam, gugat cerai memiliki dua istilah yakni fasakh dan khulu.

Fasakh adalah lepasnya ikatan nikah antara suami istri dan istri tidak mengembalikan maharnya atau memberikan kompensasi pada suaminya.

Khulu adalah gugatan cerai istri dimana dia mengembalikan maharnya kepada suami.

Artinya Khulu' itu adalah permintaan dari pihak istri agar suami mentalak dirinya dengan membayar uang tebusan.

Dan bedanya terletak pada adanya uang tebusan yang dibayarkan istri kepada suaminya, nah disini yang sering berlaku khususnya di pulau jawa, jika istri yang menggugat suami, seolah harus mengembalika semua barang seserahan, padahal menurut hukum islam, yang wajib dikembalikan hanyalah Maharnya saja, yang biasa berupa seperangkat Alat sholat dan sejumlah uang.

Dan itu pun akan gugur ketika suami tidak memberikan Hak - haknya secara utuh sewaktu masih menjadi suami.

Dan dalam Hukum Islam perpisahan atau perceraian antara suami-istri otomatis terjadi karena dua hal :

Talak atau fasakh.

Talak adalah berakhirnya pernikahan yang sah dengan ungkapan talak, baik ungkapan sharih (jelas dan tegas) maupun ungkapan kinayah (sindiran).

Adapun fasakh pada dasarnya adalah pembatalan akad nikah karena sebab atau aib yang terjadi atau diketahui setelah akad, baik setelah hubungan badan maupun sebelumnya, seperti keluarnya istri dari agama Islam, diketahui ada hubungan mahram antara suami-istri, suami atau istri mengalami tunagrahita, suami lemah syahwat, atau tertutupnya kemaluan si istri

Alasan Istri boleh meminta cerai

Kemudian setelah mengetahui pasal dalam UU pernikahan di atas, adalah alasan di perbolehkanya istri meminta cerai.
Berikut Alsan dibolehkannya istri menggugat cerai Suaminya :

1. Suami Tidak Mampu Memenuhi Hak Istri

Hak istri tersebut misalnya nafkah, di pergauli dengan baik, dan diberi tempat tinggal yang layak.
Termasuk dalam kasus ini jika suami sangat bahil dan perhitungan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar istri.

Ibnu Qudamah berkata dalam kitab al-Mughni;
Bahwa jika suami tidak mau memberi nafkah istri dengan baik karena tidak ada yang bisa dia berikan sebagai nafkah atau yang lain, sehingga seorang perempuan menjadi bimbang antara bersabar atau minta berpisah.

2. Suami Merendahkan Istri

Ini bisa saja dalam bentuk memukul, melaknat dan mencela istri, "mengacuhkan" (tidak adanya perhatian ) sekalipun tidak dilakukan berulang-ulang.
Apalagi jika suami melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Islam melarang suami melakukan KDRT, baik secara verbal atau non verbal.

Jika tanpa sebab syar’i suami melakukan hal demikian tadi, Istri berhak meminta cerai.

3. Suami Pergi dalam Waktu yang Sangat Lama

Membiarkan atau meninggalkan Istri, yang mengakibatkan istri menghadapai keadaan, tertekan dari segi batin karena sebab ditinggal suami.
Lamanya kepergian tersebut hingga lebih dari enam bulan, sehingga dikhawatirkan terjadi fitnah yang menimpa istri.

Sebagaimana hal itu diterangkan dalam kitab al-Mughni :
Imam Ahmad, yaitu Ibn Hanbal rahimahullah ditanya, ‘berapa lama bagi laki-laki menghilang dari keluarganya?” dia berkata, “Diriwayatkan enam bulan."

4. Suami Divonis Memiliki Penyakit Berbahaya

Ketika Suami divonis mengidap penyakit berupa penyakit Impoten dan penyakit yang menular seperti Asma, Aids, atau penyakit berbahaya lainnya.
ini bisa menjadi alasan kuat istri meminta atau mengajukan cerai.

5. Agama sang suami yang buruk

seperti sang suami yang terlalu sering melakukan dosa-dosa, seperti minum khomr, berjudi, berzina, atau sering meninggalkan sholat.

Fasiknya suami sebab melakukan dosa-dosa besar, tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban yang mana jika suami tidak melakukannya bisa menyebabkan kekafiran atau rusaknya akad nikah.

Saat istri sudah bersabar atas kelakuan suami dan menasehatinya agar berubah namun suami tetap melakukan hal tersebut dan malah semakin parah, maka hukum istri meminta cerai adalah wajib, hali ini untuk menjaga keluarganya, anak-anaknya, serta dirinya sendiri.


وجمله الأمر أن المرأة إذا كرهت زوجها لخلقه أو خلقه أو دينه أو كبره أو ضعفه أو نحو ذلك وخشيت أن لا تؤدي  حق الله في طاعته جاز لها أن تخالعه بعوض تفتدي به نفسها  منه


“Kesimpulan masalah ini, bahwa seorang wanita, jika membenci suaminya karena akhlaknya atau karena fisiknya atau karena agamanya, atau karena usianya yang sudah tua, atau karena dia lemah, atau alasan yang semisalnya, sementara dia khawatir tidak bisa menunaikan hak Allah dalam mentaati sang suami, maka boleh baginya untuk meminta khulu’ (gugat cerai) kepada suaminya dengan memberikan biaya/ganti untuk melepaskan dirinya.” (al-Mughni)

Catatan :
Dari Ulasan mengenai Hukum Istri meminta cerai kepada Suami di atas, dapat kita simpulkan jika Seorang Istri dapat dan di perbolehkan mengajukan gugat cerai ke pengadilan Agama, hanya jika memenuhi Syarat atau Alasan di atas, serta suami melanggar salah satu dari UU pernikahan.

Namun bukan berarti artikel ini menyuruh para kaum istri untuk, mencerai suaminya, hanya karena hal yang kondisinya masih bisa di pertahankan karena Alasan yang lebih kuat lagi, seperti karena takut jika Anak - anaknya terlantar setelah perceraian.
Sekian dan semoga bisa menjadi bahan renungan, bagi setiap Istri yang hendak menggugat cerai suaminya.

0 Response to "Hukum Istri meminta atau mengajukan gugat cerai pada suami, apakah boleh ?"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel