Hukum Mengqada Shalat dan membayar fidyah bagi Orang Yang Wafat

Hukum Mengqada Shalat dan membayar fidyah bagi Orang Yang Wafat.
Shalat fardu atau shalat wajib lima waktu adalah rukun islam ke dua yang wajib dikerjakan bagi setiap muslim yang sudah memenuhi syarat seperti dewasa (balig), berakal sehat dan lain sebagainya.
Lalu kemudian Munculah sebuah pertanyaan.
Bagaimana Hukum mengqada shalat Atau membayar fidyah orang yang meninggalkan shalat dan orang tersebut telah wafat ?

Mengqadha shalat untuk orang yang telah wafat sudah menjadi semacam tradisi atau kebiasaan kaum nahdliyiin.
Dalam madzhab Syafi’i, ketika seseorang Muslim meninggalkan shalat, maka diwajibkan untuk mengqadha shalat yang ditinggalkanya, baik dengan sengaja maupun tidak.

Meninggalkan shalat secara sengaja, diwajibkan mengqadha shalat secepat mungkin (faur).

Bahkan seseorang yang meninggakan shalat dengan sengaja diharuskan mengerjakan shalat qadha terlebih dahulu, sebelum mengerjakan shalat wajib yang akan dikerjakan atau shalat sunah lain.

Misalnya, ketika ada seseorang yang secara sengaja meninggalkan shalat maghrib dan waktunya sudah habis, ia diwajibkan untuk mengqadhanya sebelum menunaikan shalat isya.
Berbeda halnya dengan orang yang lupa mengerjakan atau ketiduran, maka mereka dianjurkan untuk menyegerakan dan tidak diwajibkan sebagaimana halnya orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja.

Kewajiban qadha shalat wajib ini mempertegas atau mengukuhkan posisi bahwa shalat wajib bagaimanapun dan dalam kondisi apapun shalat wajib tidak boleh ditinggalkan, kecuali bagi perempuan haidh dan orang yang hilang ingatan.

Bukan Hanya diwajibkan mengqadha shalat, bagi Orang yang meninggalkan shalat juga bisa diganti dengan membayar fidyah.

Berikut penjelasan tentang hukum mengqada dan membayar fidyah shalat orang yang sudah wafat.
Dalam Fathul Mu’in diterangkan :

ﻣﻦ ﻣﺎﺕ ﻭﻋﻠﻴﻪ ﺻﻼﺓ ﻓﺮﺽ ﻟﻢ ﺗﻘﺾ ﻭﻟﻢ ﺗﻔﺪ ﻋﻨﻪ، ﻭﻓﻲ ﻗﻮﻝ : ﺇﻧﻬﺎ ﺗﻔﻌﻞ ﻋﻨﻪ، ﺃﻭﺻﻰ ﺑﻬﺎ ﺃﻡ ﻻ، ﺣﻜﺎﻩ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﻱ ﻋﻦ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﻟﺨﺒﺮ ﻓﻴﻪ، ﻭﻓﻌﻞ ﺑﻪ ﺍﻟﺴﺒﻜﻲ ﻋﻦ ﺑﻌﺾ ﺃﻗﺎﺭﺑﻪ

Artinya :
"Orang yang sudah meninggal dan memiliki tanggungan shalat wajib tidak diwajibkan qadha dan tidak pula bayar fidyah. Menurut satu pendapat, dianjurkan qadha’, baik diwasiatkan maupun tidak, sebagaimana yang dikisahkan Al-‘Abadi dari As-Syafi’i karena ada hadis mengenai persoalan ini. Bahkan, As-Subki melakukan (qadha shalat) untuk sebagian sanak-familinya."

Dan terdapat Hadits lain yang menerangkan jika Orang yang telah meninggal dan memiliki tanggungan meninggalkan shalat maka diganti dengan membayar fidyah.
Hadits tersebut berbunyi :

لايصلی احدا عن احَدٍا والكن يطعم عنهُ مَاكَنا كلی يوم مُدّا خنطَان

“La yusholli ahadun ‘an ahadin wa lakin yuth’imu ‘anhu makana kulli yaumin muddan khinton”

Artinya :
"seseorang tidak dapat menggantikan shalat atau puasa orang lain, tapi dia dapat menggantinya (berupa fidyah) dengan makanan, setiap harinya satu mud gandum".
Memang tidak terdapat hadits yang secara tegas menunjukkan kebolehan qadha shalat.
Sebagian Ulama yang membolehkan mengqadha shalat orang yang sudah meninggal ini berpegang pada hadis kewajiban qadha puasa bagi ahli waris.

Berikut haditsnya;
 ‘Aisyah pernah mendengar Rasulullah bahwa:

ﻣﻦ ﻣﺎﺕ ﻭﻋﻠﻴﻪ ﺻﻴﺎﻡ ﺻﺎﻡ ﻋﻨﻪ ﻭﻟﻴﻪ

Artinya :
"Siapa yang meninggal dan memiliki tanggungan puasa, wajib bagi keluarganya untuk mengqadhanya," (HR Al-Bukhari).

Anjuran mengqadha puasa ini disematkan pada shalat, karena keduanya sama-sama rukun Islam yang wajib dikerjakan (Shalat dan puasa ramadhan ) dan termasuk ibadah badaniyah .

Dalam Kitab syarah Shahih Muslim , An-Nawawi juga menguraikan terkait persoalan tersebut, apakah ibadah yang dilakukan orang yang masih hidup, pahalanya akan sampai kepada orang yang meninggal atau tidak?

An-Nawawi menjelaskan:

ﺫﻫﺐ ﺟﻤﺎﻋﺎﺕ ﻣﻦ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﺇﻟﻰ ﺃﻧﻪ ﻳﺼﻞ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻤﻴﺖ ﺛﻮﺍﺏ ﺟﻤﻴﻊ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺍﺕ ﻣﻦ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﻟﺼﻮﻡ ﻭﺍﻟﻘﺮﺍﺀﺓ ﻭﻏﻴﺮ ﺫﻟﻚ ﻭﻓﻲ ﺻﺤﻴﺢ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ ﻓﻲ ﺑﺎﺏ ﻣﻦ ﻣﺎﺕ ﻭﻋﻠﻴﻪ ﻧﺬﺭ ﺃﻥ ﺍﺑﻦ ﻋﻤﺮ ﺃﻣﺮ ﻣﻦ ﻣﺎﺗﺖ ﺃﻣﻬﺎ ﻭﻋﻠﻴﻬﺎ ﺻﻼﺓ ﺃﻥ ﺗﺼﻠﻲ ﻋﻨﻬﺎ

Artinya :
"Sekelompok ulama berpendapat bahwa pahala seluruh ibadah (yang dihadiahkan kepada orang yang meninggal) sampai kepada mereka, baik ibadah shalat, puasa, dan membaca Al-Qur’an"

Dalam shahih al-Bukhari, bab orang yang meninggal dan masih memiliki kewajiban nadzar, Ibnu Umar memerintahkan kepada orang yang meninggal ibunya dan memiliki tanggungan shalat untuk mengerjakan shalat untuk ibunya."

Ada juga ulama yang berpenpendapat lain. Menurut pendapat ini, amal ibadah manusia itu terbagi dua. Ada yang dapat diwakilkan apabila yang bersangkutan usdzur, seperti sedekah dan haji dan ada juga yang tidak dapat diwakilan, seperti masuk Islam, puasa, shalat, dan membaca Al-Qur’an.

Untuk kategori pertama, pahalanya dapat sampai pada yang meninggal, meskipun yang melakukan orang lain. Sedang untuk kategori kedua, pahalanya tidak sampai pada yang meninggal.
sebagaimana halnya ketika dia hidup, amal ibadah itu tidak boleh diwakilkan. Hanya saja, untuk menebus shalat atau puasa yang ditinggal semasa hidupnya diharuskan bayar fidyah, yaitu memberi makanan sebanyak satu mud (kurang lebih 1 liter) gandum (atau makanan pokok setempat) untuk satu hari yang ia tinggalkan semasa hidupnya.

Kesimpulan diatas berdasarkan hadits riwayat al-Nasai dalam kitabnya al-Sunan al-Kubro dan al-Thahawi dalam kitabnya Musykil al-Atsar .

Demikianlah pendapat ulama terkait kebolehan Mengqadha shalat atau membayar fidyah untuk orang yang sudah wafat, namun ada pendapat yang mengatakan hutang sholat seorang yang telah meninggal lebih utama adalah dengan mengeluarkan fidiyah.
Semoga bisa menjadi pencerahan bagi kita semua, Aamiin

Baca juga :Qadha atau Fidyah ? Begini Tata Caranya
Wallahu a’lam

0 Response to "Hukum Mengqada Shalat dan membayar fidyah bagi Orang Yang Wafat"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel